Reportase Pelatihan “Man Robbuka” Hari Ketiga

Assalamu’alaikum Akang Teteh HI’ers!
Alhamdulillah hari ini, (Minggu, 28 Juli 2013) merupakan rangkaian akhir dari pelatihan 3 hari “Man Robbuka.” Menurut pengamatan saya, hingga hari terakhir ini, para peserta masih antusias mengunduh wawasan yang dibedah oleh kang Dicky sebagai penyampai materi, bukan cuma karena ada tajil gratis juga lho. Para Akang Teteh panitia pun masih tetap sigap dan siaga memastikan kelancaran acara hari ini. Ruangan yang luas, nyaman, dan memiliki akustik yang baik memudahkan peserta untuk memusatkan perhatian, melahap materi demi materi yang disajikan untuk menggugah dan menggubah wawasan tentang Islam, terutama tentang “siapa Tuhan kita.”
Materi hari ini diawali dengan ulasan hari kedua firman Allah bahwa “setiap jiwa pasti akan merasakan mati.” Kang Dicky menggaris-bawahi perbedaan antara “setiap jiwa” dengan “tiap-tiap yang berjiwa.” Kajian tersebut merujuk kepada peringatan kang Dicky pada hari kedua bahwa untuk mengaji atau melakukan pengkajian atau melakukan analisis, kita harus sangat berhati-hati. Kehati-hatian itu disebabkan oleh perbedaan arti kata atau rangkaian kata dapat menyebabkan pemaknaan dan penjabaran yang berbeda pula. Kang Dicky menerangkan bahwa yang dimaksud “setiap jiwa” merujuk langsung atau direct kepada jiwa tersebut, sedangkan “tiap-tiap yang berjiwa” merujuk kepada jiwa-jiwa yang berada dalam casing (jasad, red.). Perbedaan ini harus disikapi dengan bijaksana oleh tiap-tiap individu yang akan melakukan pengkajian. Penyikapan tersebut tidak boleh dipengaruhi oleh “selera” pelakunya tapi harus didasari dengan semangat penelitian atau mencari fakta sebagai hakikat pencarian ilmu pengetahuan dengan nama Allah.
Penyikapan perbedaan memerlukan proses berpikir karena seperti telah banyak dinyatakan didalam Al-Qur’an bahwa Islam adalah ajaran untuk orang yang berpikir. Islam bukanlah sekedar way of thinking tetapi juga way of life. Islam adalah bagaimana kita menyikapi hidup dan permasalahannya. Kang Dicky kembali menegaskan, seperti pada hari sebelumnya bahwa umat Islam direkayasa agar berada dalam keadaan terpecah belah. Perbedaan pendapat dibesar-besarkan dengan membenturkan pendapat yang satu dengan pendapat yang lain. Allah berfirman dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 8 bahwa “sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat.” Dalam menyikapi firman tersebut, kita sebagai umat yang dituntut untuk berpikir menjadikan ayat tersebut motivasi untuk mengembangkan sikap pemakluman terhadap perbedaan pendapat, karena pendapat-pendapat yang berbeda sebenarnya saling melengkapi sebagai bahan penelusuran mencari fakta, bukan untuk diperdebatkan dengan dalih siapa yang benar menurut “selera” masing-masing. Bila hal ini terus menerus terjadi (menuhankan “siapa yang benar” bukannya menuhankan Allah), maka umat Islam yang terpecah belah ini akan mudah dikendalikan dan dieksploitasi untuk kepentingan pihak atau pihak-pihak tertentu. Padahal telah disinggung pada pertemuan sebelumnya bahwa ruku’ itu artinya penghormatan 100% kepada Allah sedangkan sujud itu artinya pasrah dan patuh 100% kepada Allah, bukan kepada hawa nafsu.
Kang Dicky kemudian mencontohkan kembali pemaknaan yaumal qiyamah. Arti per-kata dari yaum-qiyam-ummah artinya adalah hari [ke-]bangkit[-an] umat (bangsa atau bangsa-bangsa) bukan hari kehancuran seperti yang populer kita ketahui. Kejadian yaumal qiyamah merujuk kepada kebangkitan umat dari Nabi Adam hingga akhir jaman bukan pada kejadian kehancuran besar. Pemaknaan tersebut mengubah cara pandang kita tentang konteks yaumal qiyamah dimana pekerjaan baik dan buruk kita akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah. Pembahasan tersebut merujuk pada pembahasan pada pertemuan sebelumnya bahwa kita tidak akan bisa mengelak dari judgement atau penghakiman Allah pada hari tersebut, sehebat apapun kita melakukan pembenaran-pembenaran. Sebelum hari itu terjadi, maka kita harus membiasakan diri untuk istiqamah, yaitu mengubah nasib dengan baik dan benar karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubahnya dengan tindakannya sendiri.
Kang Dicky kemudian menjelaskan kutipan QS. Al-Baqarah ayat 112 dengan penafsiran bahwa konsep pahala itu bergantung pada siapa Tuhannya. Kang Dicky mengajak para peserta merenung mengenai motivasi tiap individu untuk bekerja dengan baik, apakah karena ingin terlihat baik di mata bos dengan balasan “pahala” berupa kenaikan pangkat dan gaji atau karena Allah semata? Bila Tuhan kita HANYALAH Allah, maka kita tidak akan khawatir dan bersedih hati bila penghasilan, reputasi atau kebanggan itu hilang dan hancur karena kita telah memaksimalkan pekerjaan kita sesuai ketentuan Allah bukan sesuai ketentuan manusia.
Kang Dicky kembali membahas QS. An-Nahl ayat 112 bahwa hanya Tuhan-lah yang mengetahui siapa saja yang tersesat di jalan-Nya. Kang Dicky kembali mengamati fenomena bahwa manusia dengan mudahnya memberikan label sesat pada manusia atau golongan lain bila ia atau mereka menyampaikan informasi atau pengetahuan yang berbeda dengan “selera” sang pemberi label. Kang Dicky mencontohkan dengan kisah yang terjadi pada Galileo Galilei yang di cap sesat oleh pihak yang mengaku agamawan sebagai “pemilik” pengetahuan pada zaman itu karena Galileo berpendapat bahwa matahari adalah pusat tata surya. Secara spesifik, Galileo dianggap sesat karena pendapatnya bertentangan dengan doktrin pihak yang mengaku agamawan yang mengajarkan bahwa bumi adalah pusat alam semesta dan benda-benda langit itu mengelilingi bumi. Galileo tidak takut dibilang sesat oleh pihak yang mengaku agamawan karena penelitiannya kemudian dibuktikan oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa setelahnya sebagai fakta. Mengambil hikmah dari kisah tersebut, kita tidak boleh takut dibilang sesat oleh pandangan atau penilaian manusia tetapi seharusnya kita lebih takut dibilang sesat oleh Allah SWT, sang Maha Pencipta.
Kang Dicky mengajak para peserta untuk bersikap jujur baik pada diri sendiri atau kepada orang lain. Bersikap jujur itu sulit namun baik karena ketidak-jujuran itu akan berujung menyakitkan pada akhirnya. Dengan sikap jujur, kita dituntut untuk melakukan perubahan dimulai dari diri kemudian lingkungan dengan tangan kita. Kita melakukan perubahan dari yang asalnya tidak baik menjadi baik. Penggunaan kekerasan sebagai interpretasi dari melakukan perubahan dengan menggunakan tangan kita hanya akan menghasilkan amarah dan dendam. Kang Dicky mencontohkan, bila sekelompok orang berniat memberantas peredaran miras dengan membakar warung penjualnya maka yang terjadi adalah warung itu akan dibangun kembali dan timbul kemarahan, dendam dan perlawanan terhadap sekelompok orang tersebut karena kelompok tersebut “beranggapan” yang dilakukannya “benar.” Sikap seperti ini, ditambah dengan peliputan media menyebabkan munculnya istilah Islamophobia. Istilah tersebut muncul berdasarkan stereotipe bahwa Islam adalah seolah radikal dan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Padahal Islam adalah ajaran kasih sayang, “Cinta” yang ditunjukkan Allah kepada umat manusia ibaratnya matahari, hanya memberi, tak harap kembali. Allah memberikan rizki tidak hanya kepada manusia yang beriman saja, namun kepada manusia yang tidak beriman dan menghujat-Nya pun tetap Allah berikan rizki agar mereka dapat berpikir dan kemudian berubah. Sayang, tindakan-tindakan radikal dan kontroversial tersebut seolah direkayasa agar penayangannya di media-media ditayangkan lebih sering daripada seharusnya, padahal umat Islam yang berpikir jumlahnya lebih banyak daripada yang radikal.
Kembali kepada pembahasan melakukan perubahan dengan tangan, kang Dicky menguraikan bahwa seharusnya melakukan perubahan itu adalah memberi kontribusi dan mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat, bukan menjadi bagian dari masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Untuk melakukan perubahan diperlukan koordinasi, sedangkan koordinasi tersebut sering kita lakukan pada saat melakukan ritual ibadah shalat. Sebelum shalat dimulai, imam mengisyaratkan para ma’mum untuk meluruskan shaf menghadap ke arah kiblat dengan posisi bahu saling bersinggungan. Shalat berjamaah dapat dimaknai bahwa untuk menuju kepada jalan yang lurus dibutuhkan usaha saling bahu membahu antar individu, bukan tindakan menjadi vigilante atau melakukan pembenaran sesuai dengan “selera” aturannya sendiri bukan dengan aturan Allah. Kang Dicky kemudian mewacanakan untuk pelatihan-pelatihan dalam bidang lain agar para peserta dapat melibatkan dirinya dalam memberikan manfaat untuk umat.
Kang Dicky kemudian menyinggung tentang sejarah peradaban manusia yang jarang diekspos. Kang Dicky berujar mengenai riset situs gunung padang yang menunjukkan bahwa sebenarnya pusat peradaban dunia itu ada di Nusantara atau Nuswantara. Fakta tersebut sebenarnya telah diketahui sejak lama, namun sengaja disembunyikan dari bangsa Nusantara. Padahal, kesuburan dan kemakmuran tanah air Nusantara merupakan buah pemikiran dari peradaban nenek moyang kita. Sebenarnya dengan sumber daya alam yang tersebar di seluruh nusantara negara kita cukup mampu untuk melakukan embargo sendiri karena, sebenarnya, banyak pihak asing yang membutuhkan sumber daya alam kita, bukan sebaliknya. Sedikit diketahui bahwa pengetahuan dan peradaban nenek moyang kita tersebut didasarkan pada tauhid. Inti dari ketauhidan tersebut adalah hanya menyembah kepada yang Esa, Sang Maha Pencipta melalui proses introspeksi. Bangsa ini akan maju apabila memusatkan tenaga dan pikiran untuk memperbaiki diri, bukan sibuk memperhatikan keburukan orang lain.
Masih berhubungan dengan tauhid dan introspeksi, kemudian Kang Dicky melakukan simulasi dengan meminta para peserta untuk meneteskan setetes betadine kedalam segelas air. Para peserta diharuskan meneteskan, masing-masing, setetes betadine pada segelas air tersebut hingga air tersebut menjadi tidak bening lagi. Setelah keruh, kemudian kang Dicky meneteskan cairan pemutih pakaian sehingga air yang tadinya keruh tersebut menjadi bening kembali. Simulasi tersebut menunjukkan apabila kita kembali memulihkan motivasi kita hanya dengan nama Allah, maka motivasi tersebut dapat menjadi proses pembersihan atau purifikasi terhadap keburukan-keburukan yang telah kita lakukan selama ini.
Kang Dicky melanjutkan pembahasan dengan mengajukan pertanyaan yang diajukan oleh Rasulullah SAW tentang siapakah orang yang bangkrut? Mereka bukanlah orang yan kehilangan hartanya, melainkan kehilangan timbangan amal baiknya pada saat yaumal qiyamah atau pada hari kebangkitan. Ia berseloroh, berbahagialah orang yang difitnah dan janganlah bersikap berlebihan dengan dalih bahwa fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Berbahagia bila difitnah karena pada saat yaumal qiyamah, penyebar fitnah akan habis pahala baiknya dibagikan kepada orang-orang yang ia jelekkan, kemudian bila pahala kebaikannya telah habis dan masih ada yang menuntut keadilan kepada Allah, maka dosa si korban fitnah akan ditransferkan kepada si pelaku fitnah agar impas.
Kang DIcky kemudian mengajak para peserta berpikir mengenai istilah “menunaikan” zakat. Ia mengajukan bahwa seharusnya tindakan “menunaikan” zakat tersebut menjadi tanggung jawab individu yang mampu, walaupun pendistribusiannya bisa dilakukan dengan bekerjasama. Dalam mendistribusikan zakat, kerjasamanya dilakukan untuk menunaikan harta yang dizakatkan itu seutuhnya atau 100% tanpa potongan karena zakat adalah ladang ibadah bukan ladang usaha. Inti dari ibadah zakat adalah menyebarkan kemakmuran, yang dimaksud menyebarkan kemakmuran adalah memberikan ladang kemakmuran yang bersifat berkesinambungan seperti mendirikan warung bagi tidak mampu agar kemakmurannya meningkat alias memberi kail, bukan memberi umpan karena manfaatnya akan lebih terasa.
Selanjutnya kang Dicky membahas tentang doa. Pasti kita pernah berdoa untuk memohon sesuatu kepada Allah, namun seringkali kita menerapkan prinsip ekonomi dalam doa kita tersebut. Berdoa kepada Allah, bukan mengatur Allah, karena Allah telah menjamin barang siapa berdoa kepada -Ku maka pasti akan Aku kabulkan, namun kita tidak jeli memperhatikan jawaban dari doa kita tersebut. Kang Dicky memaparkan, apabila kita memohon diberikan kekuatan maka kita akan diberikan cobaan agar kita menjadi kuat, apabila kita meminta kemakmuran maka Allah akan memberikan kita kesempatan agar kita berusaha, dan bila kita memohon cinta maka Allah memberikan orang-orang untuk kita tolong agar kita mendapatkan cinta yang tanpa pamrih. Itu terjadi karena dikabulkannya doa kita oleh Allah SWT tidak luput dari usaha dan tindakan kita.
Kang Dicky menutup pelatihan “Man Robbuka” kali ini dengan doa, semoga peserta pelatihan selama 3 hari x 2 jam ini (walaupun dengan materi yang dipadatkan) dapat menjadi perubahan terhadap motivasi tindakan-tindakan kita menjadi hanya karena Allah semata. Kemudian kang Dicky memperkenalkan kang Iman atau lebih dikenal sebagai Ustad Abdul Fatah oleh para pendengar radio MGT dan pemirsa Bandung TV sebagai instruktur pelatihan “Man Robbuka” yang akan dilaksanakan selanjutnya. Kang Dicky mengungkapkan pelatihan yang dilakukan dalam periode ini adalah pelatihan level pertama dan masih ada pelatiha level-level selanjutnya di lain kesempatan.
Selama 3 hari pelatihan “Man Robbuka” ini, kang Dicky sering sekali menyinggung tentang Metode Napza Project untuk solusi terhadap penggunaan narkoba karena metode ini sudah terbukti sangat murah dan ampuh untuk mengobati ketergantungan Narkoba. Pada akhir acara, ia juga mengungkapkan bahwa akan diadakan pelatihan metode tersebut bagi sebuah komunitas di Jakarta yang akan memanfaatkan metode tersebut untuk mengatasi masalah ketergantungan terhadap Narkoba dan Miras di ibu kota. Ia juga melanjutkan bahwa metode dan teknologi yang ia temukan tidak akan ia patenkan namun akan disebarkan bagi yang berminat dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang akan dijadwalkan kemudian, diantaranya adalah pelatihan pembuatan pupuk cair organik sebagai tindakan nyata untuk mengatasi masalah umat di bidang pertanian.
Alhamdulillah, demikianlah reportase pamungkas saya mengenai pelatihan “Man Robbuka” yang telah dilaksanakan sejak tanggal 26-28 Juli 2013, semoga menjadi manfaat bagi Akang Teteh yang tidak bisa hadir karena terkendala jarak dan waktu. Semoga kita selalu bisa menjaga motivasi dari tindakan-tindakan kita hanya dengan nama Allah semata. Sampai jumpa di reportase selanjutnya. Wassalamu’alaikum wr. wb.
Reporter: Ruby Ruhuddien
Rekaman Audio: Agus Deni Purnama
Ikhtisar Pelatihan: Agung Hermawan

 Sumber : Hinfo

0 komentar: