Berita Terkini

Reportase Bakti Sosial, Terapi Gratis di Universitas Pasundan

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirrabbil ‘alamiin. Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Semesta Alam.
Pada hari Kamis dan Jum’at, 1-2 Agustus 2013 diadakan Bakti Sosial, terapi gratis di Kampus IV Universitas Pasundan (Jl. Setiabudhi no. 193). Kegiatan ini dilaksanakan bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) dalam rangka memperkenalkan Lembaga Seni Bela Diri Hikmatul Iman Indonesia sekaligus awal dari promosi untuk membuka ranting LSBD HI di UNPAS.
Pada hari pertama bakti sosial, 65 orang pasien yang terdiri dari dosen, karyawan dan mahasiswa. Terapis yang berkesempatan hadir ialah Kang Agus Rizki Maulana (Anggota PK3 Pusat), Kang Dodi (Prodigy), Kang Muhammad Harun Al-Rasyid (UNJANI), Teh Priscilla Cinta (STKS), Teh Arini (Utama), Teh Suci Fitriana (UNPAS). Turut hadir Kang Fajar dan Teh Dwi dari ranting Utama. Adapun yang ikut membantu Kang Nugraha dan Kang Ega Gumelar (UNPAS) serta dari pihak HMTL Kang Fajar Ibnil Hafiz dan Kang Evan Fabian.
Pada hari kedua bakti sosial, 26 orang pasien dari dosen, karyawan, dan mahasiswa pula. Terapis yang berkesempatan hadir ialah Kang Agus Rizki Maulana (Anggota PK3 Pusat), Kang Dodi (Prodigy), Kang Muhammad Harun Al-Rasyid (UNJANI), Teh Priscilla Cinta (STKS), Teh Arini (Utama), Teh Suci Fitriana (UNPAS), Teh Nova Deriyanti (Prodigy). Turut hadir Kang Fajar dan Teh Dwi dari rating Utama. Turut hadir pula Kang Iwan Dharmawan (Kang Mpu) Ketua PK3 Pusat dan Kang Dani Ramdhani Ketua PK3 Cabang Bandung Raya. Adapun yang ikut membantu Kang Ega Gumelar (UNPAS), Kang Teten Supriadi, Kang Ahmad Sudrajat (SMAN 17).
Respon positif dari pihak UNPAS mengenai LSBD HI, disela-sela terapi Kang Agus sering memaparkan mengenai LSBD HI pada pasien. Dan tak sedikit pasien yang menanyakan mengenai LSBD HI dan juga sangat respect untuk mengikuti latihan di kelas kesehatan. Awalnya kami akan mengadakan latihan ketika tahun ajaran baru, namun beberapa dosen dan karyawan meminta latihan dipercepat. Dan akan dibuka 2 kelas di UNPAS, kelas Reguler dan kelas Kesehatan.
Latihan perdana untuk kelas kesehatan InsyaAllah akan dilaksanakan pada hari Selasa, 27 Agustus 2013 di Lapang ABC atau disamping Gedung A (Gedung Rektorat). Dan untuk sementara waktu LSBD HI ranting UNPAS berada dibawah HMTL, dan belum menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di UNPAS. Seiring dengan perkembangannya InsyaAllah tahun depan LSBD HI ranting UNPAS menjadi UKM. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Image
Image
Image
ImageSumber : Hinfo
Read more

Reportase Pelatihan “Man Robbuka” Hari Ketiga

Assalamu’alaikum Akang Teteh HI’ers!
Alhamdulillah hari ini, (Minggu, 28 Juli 2013) merupakan rangkaian akhir dari pelatihan 3 hari “Man Robbuka.” Menurut pengamatan saya, hingga hari terakhir ini, para peserta masih antusias mengunduh wawasan yang dibedah oleh kang Dicky sebagai penyampai materi, bukan cuma karena ada tajil gratis juga lho. Para Akang Teteh panitia pun masih tetap sigap dan siaga memastikan kelancaran acara hari ini. Ruangan yang luas, nyaman, dan memiliki akustik yang baik memudahkan peserta untuk memusatkan perhatian, melahap materi demi materi yang disajikan untuk menggugah dan menggubah wawasan tentang Islam, terutama tentang “siapa Tuhan kita.”
Materi hari ini diawali dengan ulasan hari kedua firman Allah bahwa “setiap jiwa pasti akan merasakan mati.” Kang Dicky menggaris-bawahi perbedaan antara “setiap jiwa” dengan “tiap-tiap yang berjiwa.” Kajian tersebut merujuk kepada peringatan kang Dicky pada hari kedua bahwa untuk mengaji atau melakukan pengkajian atau melakukan analisis, kita harus sangat berhati-hati. Kehati-hatian itu disebabkan oleh perbedaan arti kata atau rangkaian kata dapat menyebabkan pemaknaan dan penjabaran yang berbeda pula. Kang Dicky menerangkan bahwa yang dimaksud “setiap jiwa” merujuk langsung atau direct kepada jiwa tersebut, sedangkan “tiap-tiap yang berjiwa” merujuk kepada jiwa-jiwa yang berada dalam casing (jasad, red.). Perbedaan ini harus disikapi dengan bijaksana oleh tiap-tiap individu yang akan melakukan pengkajian. Penyikapan tersebut tidak boleh dipengaruhi oleh “selera” pelakunya tapi harus didasari dengan semangat penelitian atau mencari fakta sebagai hakikat pencarian ilmu pengetahuan dengan nama Allah.
Penyikapan perbedaan memerlukan proses berpikir karena seperti telah banyak dinyatakan didalam Al-Qur’an bahwa Islam adalah ajaran untuk orang yang berpikir. Islam bukanlah sekedar way of thinking tetapi juga way of life. Islam adalah bagaimana kita menyikapi hidup dan permasalahannya. Kang Dicky kembali menegaskan, seperti pada hari sebelumnya bahwa umat Islam direkayasa agar berada dalam keadaan terpecah belah. Perbedaan pendapat dibesar-besarkan dengan membenturkan pendapat yang satu dengan pendapat yang lain. Allah berfirman dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 8 bahwa “sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat.” Dalam menyikapi firman tersebut, kita sebagai umat yang dituntut untuk berpikir menjadikan ayat tersebut motivasi untuk mengembangkan sikap pemakluman terhadap perbedaan pendapat, karena pendapat-pendapat yang berbeda sebenarnya saling melengkapi sebagai bahan penelusuran mencari fakta, bukan untuk diperdebatkan dengan dalih siapa yang benar menurut “selera” masing-masing. Bila hal ini terus menerus terjadi (menuhankan “siapa yang benar” bukannya menuhankan Allah), maka umat Islam yang terpecah belah ini akan mudah dikendalikan dan dieksploitasi untuk kepentingan pihak atau pihak-pihak tertentu. Padahal telah disinggung pada pertemuan sebelumnya bahwa ruku’ itu artinya penghormatan 100% kepada Allah sedangkan sujud itu artinya pasrah dan patuh 100% kepada Allah, bukan kepada hawa nafsu.
Kang Dicky kemudian mencontohkan kembali pemaknaan yaumal qiyamah. Arti per-kata dari yaum-qiyam-ummah artinya adalah hari [ke-]bangkit[-an] umat (bangsa atau bangsa-bangsa) bukan hari kehancuran seperti yang populer kita ketahui. Kejadian yaumal qiyamah merujuk kepada kebangkitan umat dari Nabi Adam hingga akhir jaman bukan pada kejadian kehancuran besar. Pemaknaan tersebut mengubah cara pandang kita tentang konteks yaumal qiyamah dimana pekerjaan baik dan buruk kita akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah. Pembahasan tersebut merujuk pada pembahasan pada pertemuan sebelumnya bahwa kita tidak akan bisa mengelak dari judgement atau penghakiman Allah pada hari tersebut, sehebat apapun kita melakukan pembenaran-pembenaran. Sebelum hari itu terjadi, maka kita harus membiasakan diri untuk istiqamah, yaitu mengubah nasib dengan baik dan benar karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubahnya dengan tindakannya sendiri.
Kang Dicky kemudian menjelaskan kutipan QS. Al-Baqarah ayat 112 dengan penafsiran bahwa konsep pahala itu bergantung pada siapa Tuhannya. Kang Dicky mengajak para peserta merenung mengenai motivasi tiap individu untuk bekerja dengan baik, apakah karena ingin terlihat baik di mata bos dengan balasan “pahala” berupa kenaikan pangkat dan gaji atau karena Allah semata? Bila Tuhan kita HANYALAH Allah, maka kita tidak akan khawatir dan bersedih hati bila penghasilan, reputasi atau kebanggan itu hilang dan hancur karena kita telah memaksimalkan pekerjaan kita sesuai ketentuan Allah bukan sesuai ketentuan manusia.
Kang Dicky kembali membahas QS. An-Nahl ayat 112 bahwa hanya Tuhan-lah yang mengetahui siapa saja yang tersesat di jalan-Nya. Kang Dicky kembali mengamati fenomena bahwa manusia dengan mudahnya memberikan label sesat pada manusia atau golongan lain bila ia atau mereka menyampaikan informasi atau pengetahuan yang berbeda dengan “selera” sang pemberi label. Kang Dicky mencontohkan dengan kisah yang terjadi pada Galileo Galilei yang di cap sesat oleh pihak yang mengaku agamawan sebagai “pemilik” pengetahuan pada zaman itu karena Galileo berpendapat bahwa matahari adalah pusat tata surya. Secara spesifik, Galileo dianggap sesat karena pendapatnya bertentangan dengan doktrin pihak yang mengaku agamawan yang mengajarkan bahwa bumi adalah pusat alam semesta dan benda-benda langit itu mengelilingi bumi. Galileo tidak takut dibilang sesat oleh pihak yang mengaku agamawan karena penelitiannya kemudian dibuktikan oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa setelahnya sebagai fakta. Mengambil hikmah dari kisah tersebut, kita tidak boleh takut dibilang sesat oleh pandangan atau penilaian manusia tetapi seharusnya kita lebih takut dibilang sesat oleh Allah SWT, sang Maha Pencipta.
Kang Dicky mengajak para peserta untuk bersikap jujur baik pada diri sendiri atau kepada orang lain. Bersikap jujur itu sulit namun baik karena ketidak-jujuran itu akan berujung menyakitkan pada akhirnya. Dengan sikap jujur, kita dituntut untuk melakukan perubahan dimulai dari diri kemudian lingkungan dengan tangan kita. Kita melakukan perubahan dari yang asalnya tidak baik menjadi baik. Penggunaan kekerasan sebagai interpretasi dari melakukan perubahan dengan menggunakan tangan kita hanya akan menghasilkan amarah dan dendam. Kang Dicky mencontohkan, bila sekelompok orang berniat memberantas peredaran miras dengan membakar warung penjualnya maka yang terjadi adalah warung itu akan dibangun kembali dan timbul kemarahan, dendam dan perlawanan terhadap sekelompok orang tersebut karena kelompok tersebut “beranggapan” yang dilakukannya “benar.” Sikap seperti ini, ditambah dengan peliputan media menyebabkan munculnya istilah Islamophobia. Istilah tersebut muncul berdasarkan stereotipe bahwa Islam adalah seolah radikal dan menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya. Padahal Islam adalah ajaran kasih sayang, “Cinta” yang ditunjukkan Allah kepada umat manusia ibaratnya matahari, hanya memberi, tak harap kembali. Allah memberikan rizki tidak hanya kepada manusia yang beriman saja, namun kepada manusia yang tidak beriman dan menghujat-Nya pun tetap Allah berikan rizki agar mereka dapat berpikir dan kemudian berubah. Sayang, tindakan-tindakan radikal dan kontroversial tersebut seolah direkayasa agar penayangannya di media-media ditayangkan lebih sering daripada seharusnya, padahal umat Islam yang berpikir jumlahnya lebih banyak daripada yang radikal.
Kembali kepada pembahasan melakukan perubahan dengan tangan, kang Dicky menguraikan bahwa seharusnya melakukan perubahan itu adalah memberi kontribusi dan mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat, bukan menjadi bagian dari masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Untuk melakukan perubahan diperlukan koordinasi, sedangkan koordinasi tersebut sering kita lakukan pada saat melakukan ritual ibadah shalat. Sebelum shalat dimulai, imam mengisyaratkan para ma’mum untuk meluruskan shaf menghadap ke arah kiblat dengan posisi bahu saling bersinggungan. Shalat berjamaah dapat dimaknai bahwa untuk menuju kepada jalan yang lurus dibutuhkan usaha saling bahu membahu antar individu, bukan tindakan menjadi vigilante atau melakukan pembenaran sesuai dengan “selera” aturannya sendiri bukan dengan aturan Allah. Kang Dicky kemudian mewacanakan untuk pelatihan-pelatihan dalam bidang lain agar para peserta dapat melibatkan dirinya dalam memberikan manfaat untuk umat.
Kang Dicky kemudian menyinggung tentang sejarah peradaban manusia yang jarang diekspos. Kang Dicky berujar mengenai riset situs gunung padang yang menunjukkan bahwa sebenarnya pusat peradaban dunia itu ada di Nusantara atau Nuswantara. Fakta tersebut sebenarnya telah diketahui sejak lama, namun sengaja disembunyikan dari bangsa Nusantara. Padahal, kesuburan dan kemakmuran tanah air Nusantara merupakan buah pemikiran dari peradaban nenek moyang kita. Sebenarnya dengan sumber daya alam yang tersebar di seluruh nusantara negara kita cukup mampu untuk melakukan embargo sendiri karena, sebenarnya, banyak pihak asing yang membutuhkan sumber daya alam kita, bukan sebaliknya. Sedikit diketahui bahwa pengetahuan dan peradaban nenek moyang kita tersebut didasarkan pada tauhid. Inti dari ketauhidan tersebut adalah hanya menyembah kepada yang Esa, Sang Maha Pencipta melalui proses introspeksi. Bangsa ini akan maju apabila memusatkan tenaga dan pikiran untuk memperbaiki diri, bukan sibuk memperhatikan keburukan orang lain.
Masih berhubungan dengan tauhid dan introspeksi, kemudian Kang Dicky melakukan simulasi dengan meminta para peserta untuk meneteskan setetes betadine kedalam segelas air. Para peserta diharuskan meneteskan, masing-masing, setetes betadine pada segelas air tersebut hingga air tersebut menjadi tidak bening lagi. Setelah keruh, kemudian kang Dicky meneteskan cairan pemutih pakaian sehingga air yang tadinya keruh tersebut menjadi bening kembali. Simulasi tersebut menunjukkan apabila kita kembali memulihkan motivasi kita hanya dengan nama Allah, maka motivasi tersebut dapat menjadi proses pembersihan atau purifikasi terhadap keburukan-keburukan yang telah kita lakukan selama ini.
Kang Dicky melanjutkan pembahasan dengan mengajukan pertanyaan yang diajukan oleh Rasulullah SAW tentang siapakah orang yang bangkrut? Mereka bukanlah orang yan kehilangan hartanya, melainkan kehilangan timbangan amal baiknya pada saat yaumal qiyamah atau pada hari kebangkitan. Ia berseloroh, berbahagialah orang yang difitnah dan janganlah bersikap berlebihan dengan dalih bahwa fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Berbahagia bila difitnah karena pada saat yaumal qiyamah, penyebar fitnah akan habis pahala baiknya dibagikan kepada orang-orang yang ia jelekkan, kemudian bila pahala kebaikannya telah habis dan masih ada yang menuntut keadilan kepada Allah, maka dosa si korban fitnah akan ditransferkan kepada si pelaku fitnah agar impas.
Kang DIcky kemudian mengajak para peserta berpikir mengenai istilah “menunaikan” zakat. Ia mengajukan bahwa seharusnya tindakan “menunaikan” zakat tersebut menjadi tanggung jawab individu yang mampu, walaupun pendistribusiannya bisa dilakukan dengan bekerjasama. Dalam mendistribusikan zakat, kerjasamanya dilakukan untuk menunaikan harta yang dizakatkan itu seutuhnya atau 100% tanpa potongan karena zakat adalah ladang ibadah bukan ladang usaha. Inti dari ibadah zakat adalah menyebarkan kemakmuran, yang dimaksud menyebarkan kemakmuran adalah memberikan ladang kemakmuran yang bersifat berkesinambungan seperti mendirikan warung bagi tidak mampu agar kemakmurannya meningkat alias memberi kail, bukan memberi umpan karena manfaatnya akan lebih terasa.
Selanjutnya kang Dicky membahas tentang doa. Pasti kita pernah berdoa untuk memohon sesuatu kepada Allah, namun seringkali kita menerapkan prinsip ekonomi dalam doa kita tersebut. Berdoa kepada Allah, bukan mengatur Allah, karena Allah telah menjamin barang siapa berdoa kepada -Ku maka pasti akan Aku kabulkan, namun kita tidak jeli memperhatikan jawaban dari doa kita tersebut. Kang Dicky memaparkan, apabila kita memohon diberikan kekuatan maka kita akan diberikan cobaan agar kita menjadi kuat, apabila kita meminta kemakmuran maka Allah akan memberikan kita kesempatan agar kita berusaha, dan bila kita memohon cinta maka Allah memberikan orang-orang untuk kita tolong agar kita mendapatkan cinta yang tanpa pamrih. Itu terjadi karena dikabulkannya doa kita oleh Allah SWT tidak luput dari usaha dan tindakan kita.
Kang Dicky menutup pelatihan “Man Robbuka” kali ini dengan doa, semoga peserta pelatihan selama 3 hari x 2 jam ini (walaupun dengan materi yang dipadatkan) dapat menjadi perubahan terhadap motivasi tindakan-tindakan kita menjadi hanya karena Allah semata. Kemudian kang Dicky memperkenalkan kang Iman atau lebih dikenal sebagai Ustad Abdul Fatah oleh para pendengar radio MGT dan pemirsa Bandung TV sebagai instruktur pelatihan “Man Robbuka” yang akan dilaksanakan selanjutnya. Kang Dicky mengungkapkan pelatihan yang dilakukan dalam periode ini adalah pelatihan level pertama dan masih ada pelatiha level-level selanjutnya di lain kesempatan.
Selama 3 hari pelatihan “Man Robbuka” ini, kang Dicky sering sekali menyinggung tentang Metode Napza Project untuk solusi terhadap penggunaan narkoba karena metode ini sudah terbukti sangat murah dan ampuh untuk mengobati ketergantungan Narkoba. Pada akhir acara, ia juga mengungkapkan bahwa akan diadakan pelatihan metode tersebut bagi sebuah komunitas di Jakarta yang akan memanfaatkan metode tersebut untuk mengatasi masalah ketergantungan terhadap Narkoba dan Miras di ibu kota. Ia juga melanjutkan bahwa metode dan teknologi yang ia temukan tidak akan ia patenkan namun akan disebarkan bagi yang berminat dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang akan dijadwalkan kemudian, diantaranya adalah pelatihan pembuatan pupuk cair organik sebagai tindakan nyata untuk mengatasi masalah umat di bidang pertanian.
Alhamdulillah, demikianlah reportase pamungkas saya mengenai pelatihan “Man Robbuka” yang telah dilaksanakan sejak tanggal 26-28 Juli 2013, semoga menjadi manfaat bagi Akang Teteh yang tidak bisa hadir karena terkendala jarak dan waktu. Semoga kita selalu bisa menjaga motivasi dari tindakan-tindakan kita hanya dengan nama Allah semata. Sampai jumpa di reportase selanjutnya. Wassalamu’alaikum wr. wb.
Reporter: Ruby Ruhuddien
Rekaman Audio: Agus Deni Purnama
Ikhtisar Pelatihan: Agung Hermawan

 Sumber : Hinfo
Read more

Reportase Pelatihan “Man Robbuka” Hari Kedua


Assalamu’alaikum, Akang Teteh HI’ers! Masih tetap semangat mengikuti ulasan saya mengenai pelatihan ini, ya? Alhamdulillah, mari kita melanjutkan untuk meresapi dan memahami lanjutan pembahasan tentang “siapakah Tuhan kita?” Bagi yang belum sempat mengukuti pelatihan hari kedua ini, tanggal 27 Juli 2013 ini, jangan kuatir masih ada satu hari lagi besok (pada saat tulisan ini dibuat). Pastikan akang-teteh HI’ers meluangkan waktu untuk bersilaturahmi dan mengunduh ilmu secara langsung di Gedung Serba Guna Universitas Widyatama.
Pembahasan hari kedua ini, kang Dicky membukanya dengan bertanya kepada peserta tentang “Siapakah Tuhan Kita?” Kang Dicky melanjutkan dengan definisi Tuhan sebagai yang disembah, yang dipuja, ditakuti, yang diprioritaskan dan mampu membuat kita melakukan apa yang tidak sukai. “Siapa Tuhan kita” menjadi motivasi dalam benak kita untuk bertindak semasa hidup di dunia ini. Selanjutnya, apakah kita benar-benar mengenal “siapa Tuhan kita” atau masih ada Tuhan-Tuhan lain didalam benak kita, entah itu orang tua, entah itu nilai, entah itu pacar atau hal-hal lain yang jauh dari Tuhan yang sebenarnya. Kang Dicky mencontohkan, salah satunya, saat kita berlalu-lintas di jalan raya. Apakah kita tertib hanya pada saat ada polisi saja atau memang motivasi kita untuk berlaku tertib adalah Allah, sebagai Tuhan kita, bukan hanya karena diawasi manusia belaka? Dalam penyampaian materi hari ini, kang Dicky sengaja menyertakan lagu latar yang disisipkan sebagai subliminal message, agar para peserta dapat lebih meresapi suasana materi yang disampaikan.
Kang Dicky melanjutkan materinya dengan mengutip QS. Al-Baqarah ayat 156, tentang menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Ia mengajukan pertanyaan kepada hadirin, mengapa kita diperintahkan “mendirikan” shalat, bukan hanya sekedar mengerjakan shalat? “Mendirikan shalat” ternyata merupakan aplikasi ritual shalat dalam kehidupan sehari-hari. Ia menambahkan bahwa ukuran manusiawi itu menurut siapa, apakah menurut manusia atau menurut Tuhan? Manusiawi menurut Tuhan adalah mampu mengendalikan diri menggunakan akal sebagai senjata. Mengendalikan diri adalah menggunakan akal sebagai alat untuk mengendalikan emosi atau nafsu. Akal adalah sarana yang diberikan Allah sehingga menjadikan manusia sebagai mahluk yang sempurna menurut Allah. Menggunakan akal sebagai sarana tersebut memunculkan paradigma sabar sebagai bentuk pemakluman atau pengertian terhadap permasalahan yang dihadapi, bukan artinya bahwa sabar adalah diam tidak berdaya. Dengan pengertian demikian, maka ibadah sebagai sarana untuk mencari solusi, bukanlah sebagai sarana untuk iba diri dalam menghadapi permasalahan. Kang Dicky melanjutkan dengan kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk memenggal anaknya Nabi Ismail sebagai cerminan aplikasi sabar dalam berpasrah dan memaklumi masalah sebagai kehendak Allah dalam kejadian-kejadian yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam memaklumi atau memahami permasalahan, kita dituntut untuk tidak “menyalahkan.” Contoh yang selanjutnya dikupas adalah mudahnya kita menyalahkan atau merasa kesal terhadap tokoh yang namanya “iblis” padahal bila dipahami, maka tanpa tokoh “iblis” sebagai penggoda maka kita tidak dapat beribadah, karena tiap-tiap ciptaan Allah itu diciptakan berpasang-pasangan, saling terikat dan saling mempengaruhi. Dalam proses memahami, kita perlu menghilangkan penilaian secara sepintas tapi lebih mendahulukan proses berpikir, karena sesuatu atau yang menyebabkan seseorang menjadi “seperti itu” pasti ada lika-liku penyebabnya. Begitu pula dalm memahami masalah, jangan mendahulukan nafsu tapi mendahulukan proses analisis mengapa masalah tersebut terjadi sampai bagian terkecil. Bila kita sampai pada tingkat pemahaman tersebut, maka kita dapat merasakan bahwa pemakluman itu nikmat.
Mengikuti hawa nafsu merupakan hal yang enak, makanya diulang-ulang karena kita merasakan kenikmatan pada saat terjadi sensasi-sensasi emosional tersebut. Pada saat mengalami sensasi-sensasi emosional yang namanya hawa nafsu tersebut, seharusnya kita memilih berpikir menggunakan akal untuk bertindak menuju perubahan sikap atau sudut pandang yang lebih baik. Dalam konteks tersebut, kita akan semakin memahami bahwa hidup itu memang tidak mudah dan hidup itu memerlukan berbagai ilmu pengetahuan untuk memahami apa yang kita hadapi dan apa yang seharusnya kita lakukan. Kita tidak akan hanya sekedar bertindak berdasarkan emosi, tapi memahami dan menganalisis untuk bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah. Akibat dari pengertian tersebut, maka doa yang paling baik tidak hanya dengan ucapan saja tapi seharusnya dengan tindakan juga. Konsekuensi dari pola pikir tersebut adalah kita akan memandang agama sebagai rangsangan berpikir untuk setiap individu, bukan hanya sekedar doktrin tanpa pemahaman tentang perintah-perintah Allah yang ala kadarnya kita lakukan. Jarang sekali kita membongkar mengapa kita menyikapi suatu masalah melalui sudut pandang tertentu, padahal sudut pandang yang kita gunakan bukanlah mutlak tapi merupakan salah satu pilihan saja. Seringkali kita terjebak pada sudut pandang yang lebih praktis karena kita enggan untuk berpikir atau menganalisis persepsi yang kita gunakan sehingga berakibat gejala-gejala emosional yang kita alami.
Kang Dicky kemudian mengajak para peserta untuk melakukan simulasi dengan cara mencatat keburukan-keburukan sifat masing-masing pada selembar kertas dengan tujuan untuk mengenali siapa diri kita sebenarnya atau berterus terang tentang siapa diri kita sebenarnya, bukannya melakukan pembenaran-pembenaran tentang siapa diri kita sebenarnya. Kemudian, Kang Dicky menyuruh para peserta untuk meremas lalu melempar kertas tersebut ke depan panggung dimana kang Dicky berdiri. Kang Dicky lalu memaparkan bahwa sebenarnya makna dari lempar Jumrah itu bukanlah melempari “setan” tapi melemparkan “setan” keluar dari dalam diri kita. Hal tersebut berdasarkan interptretasi QS An-Naas ayat ke 6 bahwa “setan” itu dari golongan jin dan manusia, artinya setan itu adalah inner evil atau sifat jelek yang dimiliki oleh insan dari golongan jin dan manusia. Kang Dicky melanjutkan tentang ralitas dari kegiatan lempar Jumrah di Jamarat. Insiden-insiden yang terjadi di Jamarat atau di Mina adalah merupakan pertunjukan dari ego manusia, padahal, seharusnya, bukankah ritual ibadah haji bertujuan untuk mengendalikan ego dan membuang sifat-sifat buruk dari dalam diri kita?
Kang Dicky kemudian melanjutkan pembahasan mengenai perspektif atau mengenai cara pandang terhadap perbedaan yang terjadi diantara kita. Dalam menyikapi perbedaan pendapat maka yang menjadi acuan adalah fakta, bukan ego pribadi yang didasarkan pada doktrin. Kang Dicky melanjutkan simulasi kepada para peserta dengan menunjukkan beberapa gambar ilusi optik sebagai ilustrasi mind perception. Dalam melihat gambar-gambar ilusi optik tersebut, para peserta memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang gambar-gambar yang dilihatnya. Perbedaan pendapat tersebut tidak dilarang karena merupakan proses berpikir dalam memperhatikan atau mengenali sesuatu secara detail, bukannya keukeuh berdasarkan doktrin atau cara pandang yang diajarkan. Sekali lagi kang Dicky mengajak para peserta untuk memperhatikan lebih dekat dan lebih detail atau melakukan analisis yang mendalam, bukan mendahulukan emosi. Pola analisis mendalam dengan memperhatikan detail menyebabkan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan yang dicetuskan oleh tokoh-tokoh ilmuan Islam. Debat berdasarkan perbedaan pendapat dengan melakukan pembenaran-pembenaran diajarkan agar kita terpecah belah, sedangkan itu bukanlah ajaran Islam karena ajaran Islam mengajarkan persatuan bukan perpecahan. Kang Dicky menegaskan bahwa seribu argumen dapat dipatahkan oleh satu fakta karena Islam mengajarkan untuk mencari fakta bukan beradu argumen. Dalam ajaran Islam, Allah menyuruh kita untuk memperhatikan segala sesuatu secara keseluruhan, sebagai dasar kepatuhan kita kepada Allah.
Dengan memahami mind perception, kita belajar untuk mengendalikan diri kita bila sesuatu terjadi diluar kehendak kita. Dalam menyikapi kehendak, Kang Dicky menegaskan bahwa harta dan anak itu adalah cobaan, bukan aset karena seringkali kita gagal mengelola harta dan anak hanya karena kenyataannya tidak sesuai dengan keinginan kita. Kang Dicky melanjutkan pembahasan mengenai persepi hari kiamat sebagai hari kehancuran, padahal yaum al-qiyamah sendiri bermakna sebagai hari kebangkitan. Kebangkitan tersebut bermakna tubuh kita yang sudah tidak bernyawa dibangkitkan kembali. Secara sepintas, kang Dicky mengajak para peserta untuk membedakan apakah itu tubuh, jiwa dan ruh.
Dasar pemikiran dari pengenalan terhadap “siapa Tuhan kita” merujuk kepada Luqmanul Hakim yang mengajarkan kepada anaknya tentang siapa Tuhannya. Ternyata pengenalan tersebut seharusnya menjadi dasar yang diajarkan kepada anak sejak dini. Orang tua cenderung untuk memvonis apa yang sedang dialami anaknya sejak dini, tapi enggan untuk mengerti apa yang sedang dialami oleh anaknya tersebut. Padahal, sebagai orang tua, kita memiliki kemampuan untuk mengerti siapa anak kita dan memberi pengetahuan kepada anak kita sejak dini. Hal itu luput disadari karena kecenderungan menganggap anak sebagai kebanggaan, bukan sebagai titipan. Mengenalkan anak tentang “siapa Tuhannya” merupakan amanah orang tua yang diperintahkan didalam Al-Quran melalui contohnya Luqmanul Hakim. Orang tua memiliki amanah untuk membekali anak tersebut karena yang membentuk persepsi anak tentang siapa dirinya sejak dini adalah orang tuanya. Kang Dicky mengambil contoh tentang permasalahan yang dihadapi anak pada saat remaja yaitu penyalah-gunaan narkoba. Permasalahan tersebut muncul karena kurangnya pembekalan moral orang tua untuk menyikapi pengaruh lingkungan dan pergaulan yang dihadapi oleh anak. Orang tua cenderung mudah memercayakan pendidikan moral anak kepada institusi pendidikan, padahal pada dasarnya tumbuh-kembang anak adalah tanggung jawab orang tuanya. Anak hanya dipandang sebagai alat kebanggan, motivasi mendidik anak bukan karena Allah tapi karena kebanggaan yang diidamkan oleh orang tuanya.
Kang Dicky kemudian mengajak para peserta untuk mengkaji, bukan sekedar membaca saja. Ia mengajak memperhatikan profil Rasulullah yang dikatakan ummiy atau tidak bisa membaca, padahal Rasulullah seorang pedagang atau pengusaha. Dalam konteks tersebut, apakah yang tidak bisa “dibaca” oleh Rasulullah? Sesuatu yang tidak bisa dibaca oleh Rasulullah adalah pesan yang dibawa oleh Jibril, karena Jibril membawa pesan dalam bahasa baru yaitu bahasa wahyu. Rasulullah kemudian menyikapi pesan tersebut dengan menerimanya, kemudian memprosesnya, itulah makna dari sami’na wa atho’na. Begitulah pula, sikap kita dalam mengkaji bukan sekedar membaca. Kemudian, menjelang akhir acara, kang Dicky mengajak para peserta untuk mengkaji diri. Fenomena panik, khawatir atau bersedih pada saat kita kehilangan. Bersedih sesungguhnya adalah self pity atau iba diri atau mengasihani diri sendiri. Kita bersedih karen kehilangan sesuatu yang menguntungkan diri kita sendiri, kita lupa bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang terbaik, karena “semua yang berasal dari Allah akan kembali kepada Allah.” Bila kita memilih untuk percaya bahwa Allah mengetahui yang terbaik bagi diri kita, maka kita tidak akan memilih untuk panik, khawatir atau bersedih. Manusiawi menurut Allah adalah manusia yang dapat mengendalikan dirinya dengan baik dan benar. Kunci dari ibadah puasa adalah pengendalian bukan menahan. Pengendalian adalah distribusi, maka distribusikan nafsu kita dengan baik dan benar. Akhirnya, kang Dicky menegaskan kembali bahwa dalam mengkaji atau “mengaji” itu kita harus selalu bersikap hati-hati, karena pengkajian itu memperhatikan detail.
Reporter: Ruby Ruhuddien
Rekaman Audio: Agus Deni Purnama

Sumber : Hinfo
Read more

Reportase Pelatihan “Man Robbuka” Hari Pertama


DSC_7377
Assalamu’alaikum, Akang Teteh HI’ers! Kali ini saya akan melaporkan cuplikan dari kegiatan Pelatihan “Man Robbuka” yang diadakan di Gedung Serba Guna Universitas Widyatama, tanggal 26 Juli 2012. Kegiatan ini akan dilaksanakan dalam 3 (tiga) sesi yang berlangsung hingga hari Minggu tanggal 28 Juli 2012. Jadi buat yang belum sempat hadir di acara pelatihan hari pertama, pada saat tulisan ini dibuat,  masih ada dua hari lagi nih, buat bersilaturahmi dan mengunduh ilmu dalam acara pelatihan ini.
Acara ini dimulai pada saat ba’da Ashar, sekitar pukul 15.45 WIB, dengan Kang Dicky Zainal Arifin, Guru Utama kita sebagai penyampai materi. Pada awal acara, Kang Dicky sedikit memaparkan bahwa materi yang akan beliau sampaikan adalah materi pengenalan tentang “siapakah Tuhanmu?” dalam versi yang sangat dipersingkat, karena agar semua materi dapat dipahami secara menyeluruh, diperlukan waktu lebih dari 3 hari. Masih menurut beliau, karena materi yang beliau sampaikan diharapkan dapat mengubah paradigma berpikir tentang ketauhidan dan bagaimana ritual ibadah diinterpretasikan dalam psikis dan keseharian kita sebagai umat Islam. Kesadaran dan proses berpikir menjadi sangat penting karena umat islam akan sulit dipecah belah dan diadu domba apabila seluruh umatnya sadar akan hakikat diri mereka dan mampu berpikir menggunakan akal sebagai mahluk Allah yang sempurna.
Kang Dicky memulai sesi pertama dengan mengungkapkan tujuan penciptaan jin dan manusia dengan menampilkan cuplikan terjemahan surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Konteks dari ibadah ini sering menyempit maknanya, sebatas ritual yang dijabarkan dalam rukun islam, padahal konteks yang lebih luas adalah bagaimana mengaplikasikan pengertian dari ritual ibadah-ibadah tersebut dalam setiap tingkah laku kita sehari-hari.
Perbuatan yang akan kita lakukan dimulai dari niat. Niat menentukan motivasi dan sikap mental kita dalam melakukan segala sesuatu. Dalam ajaran Islam kita dibiasakan untuk mengucapkan “Bismillah” atau “Dengan nama Allah” sebelum melakukan keseharian kita. Kang Dicky mengambil contoh dalam ritual Thaharah atau bersuci atau berwudhu sebelum melakukan ritual ibadah shalat. Wudhu adalah bersuci yang disucikan adalah anggota wudhu dimulai dari telapak tangan hingga telapak kaki. Melakukan wudhu harus disertai dengan pengertian bahwa tindakan membasuh anggota wudhu dengan air atau debu adalah ikrar kita kepada Sang Maha Pencipta. Kang Dicky memusatkan perhatian pada pengertian bagian awal dari wudhu sebagai contoh, yaitu membasuh kedua telapak tangan. Ia memaparkan bahwa tindakan tersebut harus disertai pengertian bahwa sebagai individu, kita mengikrarkan diri kita untuk mensucikan apapun yang dilakukan oleh kedua telapak tangan kita dari tindakan-tindakan yang bertentangan dengan perintah Allah. Artinya, dengan berwudhu, kita harus menyadari bahwa ada aturan Illahiah yang mengatur tindakan kedua telapak tangan kita selama hidup di dunia. Dalam aplikasi berwudhu, kita tidak boleh “abas” atau “asal basah” dalam melakukan wudhu, tapi kita harus paham makna-makna dari tindakan bersuci tersebut, juga lama atau tidaknya kita berwudhu bukanlah inti dari kegiatan tersebut. Dengan kerangka berpikir seperti itu, lantas ritual-ritual ibadah, khususnya shalat, tidak hanya menjadi rangkaian jurus dan mantra saja, tapi dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. 
Kang Dicky kemudian kembali membahas bacaan “Bismillah” sebagai niat kita dalam melaksanakan ibadah dan ritual ibadah. Penerjemahan dari “Bismillah” sendiri ternyata ada dua, yaitu “dengan nama Allah” dan “dengan atas nama Allah.” Terjemahan pertama bermakna bahwa apapun yang kita lakukan diniatkan dengan motivasi mengharapkan keridhoan dari Allah SWT semata, sedangkan makna yang kedua menyatakan bahwa kita sebagai insan atau individu adalah perwakilan dari Allah di planet bumi. Pemaknaan pertama yang menjadi fokus adalah ikrar bahwa tiada Illah-Illah lain yang menjadi pengharapan kita, sedangkan fokus dari pemaknaan kedua adalah kita menjadi manifestasi atau perwujudan dari perintah-perintah Allah sebagai wakil Allah SWT.
Kang Dicky memberi contoh bahwa dalam Islam kita diajarkan untuk menjadi seorang Wirausahawan yang berpenghasilan, bukan pegawai yang digaji karena kita sudah kita dibiasakan untuk bekerja karena Allah bukan karena uang atau gelar. Melakukan pekerjaan karena Allah memerlukan proses berpikir, tidak hanya menerima gaji saja tanpa memedulikan halal atau haramnya uang yang kita dapatkan. Dalam Sistem ekonomi syariah dikenal istilah bagi hasil, yaitu hubungan diantara pekerja dengan pemberi kerja adalah rekanan, bukan atasan dan bawahan. Dalam sistem usaha syariah, setiap individu yang terlibat memiliki tanggung jawab yang sama terhadap bidang usahanya dan mendapatkan hak yang sesuai dengan penghasilan yang didapatkan oleh perusahaan, sebaliknya dengan sistem usaha konvensional yang memiliki sistem pembukuan tertutup, pegawai hanya akan gaji, tanpa mengetahui bila perusahaannya untung atau rugi. Dalam konteks usaha syariah, titik perhatiannya adalah rasa memiliki usaha sebagai sarana ibadah kepada Allah SWT, bukan bekerja atau menyelesaikan pekerjaan dengan tujuan mendapatkan gaji semata. Dua motivasi yang berbeda tersebut menimbulkan dampak yang berbeda, di satu pihak bila niat kita bekerja adalah beribadah untuk Allah, maka motivasi kita adalah melakukan yang terbaik, sedangkan bila niat kita untuk mendapatkan uang maka motivasi yang terbentuk adalah mendapatkan yang terbanyak, bahkan dengan cara apapun.
Sebelum melanjutkan materi, kang Dicky mengajak hadirin untuk melakukan simulasi. Kang Dicky mengawali dengan menyinggung perbuatan berghibah atau menyebar fitnah. Secara naluriah, manusia mudah tertarik dengan berita kejelekan orang lain, berbanding terbalik dengan kabar kebaikan atau kontribusi yang dilakukan oleh orang lain tanpa menyadari konsekuensi dari tindakan tersebut. Kang Dicky mengajak hadirin untuk menulis kata “keburukan” pada secarik kertas untuk dikumpulkan secara estafet pada orang paling kanan di barisan terdepan baik itu shaf ikhwan maupun shaf akhwat. dari puluhan peserta yang hadir, terkumpul puluhan kertas pula pada peserta ikwan dan akhwat tersebut. Simulasi tersebut menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu yang singkat, bagi keburukan yang disebarkan kepada banyak individu untuk menjadi catatan amalan yang harus dipertanggung-jawabkan nanti di hari penghisaban. Ibaratnya satu orang yang menyebar keburukan, maka semakin banyak orang-orang yang mengetahui kabar keburukan tersebut, semakin banyak pula dosa yang menjadi tanggung jawab si penyebar kabar begitu pula sebaliknya.
Kemudian, kang Dicky mengajak untuk mengulas fenomena gelar yang terjadi di kehidupan sehari-hari dan dalam bidang akademik. Gelar merupakan sebuah kebanggan yang dicapai ketika berhasil melaksanakan sesuatu agar sesuatu yang telah kita capai tersebut mendapat pengakuan dari orang lain. Kang Dicky menyinggung mengenai gelar “Haji” dan gelar “Sarjana.” Gelar Haji merupakan pengakuan yang diberikan masyarakat atau diri sendiri bahwa individu tersebut telah melakukan ibadah Haji dengan motif menunjukkan bahwa orang tersebut, semata-mata, telah melakukan ritual ibadah Haji dengan susah payah, sedangkan gelar Sarjana merupakan gelar yang didapatkan setelah individu menuntaskan kewajibannya melakukan rangkaian akademik di perguruan tinggi. Ritual Ibadah tersebut dan rangkaian pembelajaran di perguruan tinggi telah beralih fungsi menjadi alat kepentingan pribadi, bukan didasari “dengan nama Allah.” Dengan tujuan tersebut, kepentingan yang muncul adalah mendapatkan kebanggan dari gelar tersebut bagi individu, bukan tindakan nyata individu tersebut bagi umat baik itu dari ibadah yang telah dilaksanakannya atau ilmu yang dimiliki dari proses akademis tersebut.
Selanjutnya, Kang Dicky menegaskan perbedaan antara penceramah dengan ulama. Penceramah adalah orang yang seseorang (yang berprofesi) melakukan ceramah, sedangkan ulama adalah seorang ilmuan yang meneliti hakikat ilmu pengetahuan. Penceramah bukan ilmuan, karena penceramah hanya menyampaikan kabar, sedangkan ilmuan melakukan penelitian untuk memahami bidang ilmu tertentu. Manusia cenderung belajar dari contoh, bukan hanya dari pembicaraan saja, sehingga tanggung jawab seorang ulama lebih besar daripada seorang penceramah, karena dia harus bisa mengabdikan dirinya untuk mengajarkan ilmu atau memberikan kontribusi dari ilmu pengetahuan yang telah dipahaminya, tidak hanya sekedar mengabari saja. Walaupun begitu, siapapun tidak berhak melabeli seseorang itu kafir atau bukan hanya dengan pemahamannya saja, karena didalam QS. An-Nahl ayat 125 disebutkan bahwa hanya Allah-lah yang paling mengetahui siapa saja orang yang tersesat di jalan-Nya sehingga tidak ada satu manusia pun yang berhak melakukan itu, bila ada yang bertindak seperti itu, maka secara tidak langsung dia sudah bermain menjadi Tuhan.
Menjelang akhir acara, kang Dicky menunjukkan kutipan yang beliau katakan sebagai prinsip, yaitu “hidup adalah NYATA, sedangkan MIMPI adalah bagi yang tidur.” Islam mengajarkan manusia untuk selalu bertindak dan tidak terjebak pada teori saja, karena Allah telah memerintahkan kita untuk selalu berbuat baik, dimulai dari diri kita sendiri. Kang Dicky mengingatkan bahwa tubuh manusia itu sudah lengkap dan dilengkapi dengan sensor-sensor yang bisa mengetahui perubahan alam. Adzan adalah penanda waktu shalat, namun perubahan alam yang terkait dengan waktu shalat itu bisa kita rasakan bila kita mau mengenalinya.

Reporter: Ruby Ruhuddien


Sumber : Hinfo
Read more

Pelatihan Man Robbuka, Bandung 26-28 Juli 2013

Pengurus Pusat Hikmatul Iman Indonesia mengundang akang dan teteh menghadiri pelatihan singkat yang bertujuan mengenal siapa tuhan kita dengan tajuk ‘ Man Robbuka’.
Pelatihan Man Robbuka untuk Jakarta sudah diselenggarakan pada hari ini, 18 Juli 2013 pukul 15.00-18.00 di Gedung Baru KNPI Jl. Balap Sepeda (Velodrome), Rawamangun.
Bagaimana dengan Bandung ?
Insyaallah akan dilaksanakan di Gedung Serba Guna Univ. Widyatama, Jl. Cikutra, Bandung pada hari Jum’at-Minggu, 26-28 Juli 2013 pukul 15.00 – buka puasa. Terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya. Harap membawa buku dan alat tulis.

Sumber :
Hinfo
Read more

Baksos


BAKTI SOSIAL PENGOBATAN GRATIS
UNIT KEGIATAN MAHASISWA
LSBD HI-RANTING UNJANI

Baksos yang di adakan pada hari minggu 07 april 2013 ini bertempat di rw 02 kelurahan cibeber-cimahi/tepat di belakang kampus  Universitas Jenderal Achmad Yani-Cimahi dari jam 09 pagi sampai duhur.Kegiatan ini termasuk ke dalam program kerja UKM LSBD HI Ranting Unjani. Rasa antusiasme dari warga cibeber terhadap pengobatan ini  Alhamdulillah sangat baik. Para warga di pimpin bapak ketua  RT berdatangan ke mesjid Al Inayah untuk di terapi. Dan Alhamdulillah kamipun mendapat suntikan tenaga  dari akang2 teteh HI-ers yang lain sehingga acara pengobatan ini bisa berjalan dengan cepat tanpa harus mengantri, karena ada 20 terapis yang datang ke acara ini.
Berbagai keluhan dari pasien diantaranya batuk, pegal kaki, sakit paru2, sakit jantung, darah tinggi, susah tidur, kejang , panas dingin, asam urat, asma, magh sampai mencari jodoh ada disini.  Dan jumlah pasien yang datang mencapai 56 orang.
Insya allah ke depan2nya acara ini akan terus berlanjut setelah melihat antusiasme dari para warga, mudah2an  acara pengobatan ini bisa membawa manfaat untuk para warga dan menjadi nilai ibadah untuk kita semua yang mengamalkannya. amin
Read more

MINNARA


MINNARA Adalah Sistem pendidikan Bangsa Atlantis (Skrg Barat/Israel) yang membolak-balik pola pikir Manusia.  Secara Sunnatullah, pikiran manusia bergerak dari kanan ke kiri, namun oleh pola pikir MINNARA ini dibalik menjadi dari kiri kekanan, sehingga terjadi kekacauan. Dengan kekacauan itu manusia mudah dikuasai oleh Bangsa ATLANTIS. Otak Manusia diberi pengatahuan yang banyak, tapi sedikit demi sedikit, sehingga terjadi penumpukan pengetahuan yg tidak berguna. Akibatnya, manusia tidak bisa berpikir dengan baik dan hanya punya dorongan yang sangat kuat untuk menjadi Buruh atau pekerja. Pola ini pun mengjarkan tujuan pendidikan menjadi sebuah nilai berupa angka dan penghargaan berupa benda atau piagam sebagai suatu kebanggaan. MINNARA pula mengajarkan tentang target-target hidup berupa impian-impian (impian menjadi dorongan). MINNARA pun mengajarkan untuk selalu mencuri ilmu dan mencontek hasil orang lain dengan istilah "referensi".
Pada dasarnya setiap bangsa LEMURIAN meskipun kemampuannya hanya 2,5 persen, dialam bawah sadar mereka tertanam memory tentang bangsa LEMURIAN dan tekhnologinya juga berbagai macam naluri dan kebiasaannya dengan catatan pergerakan pengetahuan seperti pelajaran membaca, menulis, bekerja, kebiasaan, arah jarum jam bergerak dari kanan ke kiri sesuai dengan aturan alam dan aturan Sang Maha Pencipta. Tetapi berhubung sekarang kita dirusak oleh sebuah sistem yang direkayasa oleh ATLANTEAN maka semua yang terdapat di alam bawah sadar tersebut tidak bisa muncul dengan baik dan benar. Sistem MINNARA yang ATLANTEAN terapkan sudah mengkontaminasi secara sistemik kedalam pola pendidikan yang ada diseluruh dunia termasuk indonesia.
Pola membaca dan menulis yang selama ini kita pelajari dan kita jalankan itu adalah pola sistem minara yang bertujuan untuk menjadikan sistem otak kita menjadi kacau karena dipaksa bekerja dari kiri ke kanan yang seharusnya bekerja dari kanan ke kiri. Kita diajarkan menulis selalu dari kiri kekanan itu untuk membuat kekacauan di motorik menjadi tidak begitu sensitif sehingga sering membuat kita menjadi ceroboh. Membaca dari kiri ke kanan itu bertujuan untuk membuat kita memiliki kewaspadaan yang rendah dan juga membuat kita tidak tanggap terhadap lingkungan dan selalu berfikir keuntungan tanpa memikirkan akibatnya.
Kemudian pola meniru dari pendapat pendapat orang lain adalah pola MINNARA agar kita tidak menjadi kreatif. Dan perkembangan daya cipta kita dititik yang sangat rendah padahal sebagai bangsa LEMURIAN kita memiliki daya cipta yang sangat tinggi dan memiliki kemampuan membangun yang sangat besar. Dan terbukti cara meniru dengan istilah referensi sangat kuat melekat disistem pendidikan kita. Dan kita bisa lihat akibatnya semua sarjana sarjana berfikiran terpola untuk menjadi pegawai atau buruh. Juga diajarkan sistem berbangga mereka akan diajarkan yang namanya prestasi adalah piagam dan piala juga medali bukan karya nyata di masyarakat yang benar benar bermanfaat.
Sistem MINNARA juga mengajarkan pola didik untuk selalu menurut tanpa boleh bertanya . Apabila bertanya harus yang mudah mudah saja. Apabila bertanya yang diluar kemampuan sang guru maka diberikan predikat siswa tersebut memiliki kelainan juga disebut siswa yang nakal, dan guru menjadi makhluk super yang tidak boleh disalahkan. Dan apabila membuat sebuah pola lagu atau nyanyian atau penekanan penekanan kepada sang guru maka yang akan disorot adalah ibu guru, makanya selalu ada istilah "kata bu guru .... " "Ibu guru kami pandai bernyanyi" "ibu kita kartini" semua mengarah kepada istilah ibu agar kita punya mental mental dipimpin bukan mental memimpin. perhatian kita akan selalu diarahkan kepada para ibu ini dan itu terbukti ampuh membuat kita menjadi masyarakat yang selalu mencari induk apabila kehilangan pemimpin masyarakat kita akan berubah menjadi masyarakat yang kehilangan induk seperti anak ayam yang kehilangan induknya.
Tidak punya figur yang baik dan akhirnya selalu menjadi pemimpi pemimpi, menunggu-nunggu yang namanya satria piningit. Begitu parahnya masyarakat kita karena sistem pendidikan ala ATLANTEAN yang bernama MINNARA. Dan kita masih belum sadar dengan keadaan seperti ini, kita selalu bermimpi dan diajarkan mencapai impian padahal pola LEMURIAN yang sudah ada dialam bawah sadar adalah pola memaksimalkan hari ini dan detik ini .
Pola bermimpi ini memang sengaja ditularkan secara sporadis melalui lagu, acara televisi, radio seolah bermimpi itu adalah sesuatu yang benar. Mimpi mimpi itu adalah bayangan bayangan, gambaran gambaran, angan-angan, yang memvisualisasikan tentang hidup senang, tenang,dihormati, dihargai, kaya raya, dan memiliki berbagai macam fasilitas yang tidak dimiliki oleh orang lain. Pola seperti ini membuat kita menjadi ingin cepat senang dan berupaya mencapai tujuan dengan berbagai macam cara baik halal ataupun haram, yang penting senang. Dan terbukti pula pola mimpi ini berhasil diterapkan sehingga korupsi menjadi merajalela dinegara kita.
Pertanyaan : apakah kita akan membiarkan keturunan kita dijerat oleh sistem minara seperti ini ? Penemuan yang kita lihat selama ini atau kemajuan kemajuan tekhnologi yang kita anggap canggih sekarang sebetulnya itu masih jauh dari tekhnologi masa lalu. Kita memang dibuat untuk selalu seperti ini agar ATLANTEAN dan keturunannya bisa menguasai dunia, kekuatan mereka ada pada kerjasama dan uang. Bangsa kita sudah sangat terjebak oleh pola materialistis yang ditanamkan oleh ATLANTEAN ini. Kita menghormati orang kaya tanpa perduli dari mana kekayaannya itu berasal sekarang terkembali lagi kepada kita apakah keturunan kita ingin menjadi penghuni neraka selamanya ataukah ingin jadi manusia yang maslahat. 
Bangsa ATLANTIS juga berupaya agar kita selalu menjadi bangsa berstatus "berkembang dan dunia ke 3" selalu memberikan berbagai macam racun dengan berbagai macam cara seperti junkfood, vaksinasi dan budaya-budaya atau pola hidup yang merusak kesehatan contohnya daun UMBAKA atau yang sekarang kita kenal dengan nama tembakau.
Read more